MUHAMMADIYAH :
MELAYAT BERPAKAIAN HITAM DAN
SHALAT SUNAT RAWATIB
PERTANYAAN SAHABAT MUHAMMADIYAH
Pertanyaan:
- Apakah ada dasarnya (al-Qur’an atau hadits) memakai pakaian hitam pada waktu melayat orang meninggal dunia?
- Ada dua versi dalam mengerjakan shalat sunat rawatib. Yang pertama: dua rakaat sebelum dan dua rakaat sesudah Zhuhur, dua rakaat sebelum Ashar, dua rakaat sebelum dan dua rakaat sesudah Maghrib, dua rakaat sebelum dan dua rakaat sesudah Isya’. Yang kedua: dua rakaat sebelum dan dua rakaat sesudah zhuhur, dua rakaat sebelum Maghrib, dua rakaat sesudah Isya’ dan dua rakaat sebelum Shubuh.
Jawaban:
1. Berpakaian warna hitam waktu melayat orang
meninggal dunia
Tidak ditemukan
tuntunan dalam al-Qur’an dan al-Hadits tentang berpakaian warna hitam waktu
melayat orang meninggal dunia. Yang ada adalah perintah Rasulullah saw agar
segera menyelenggarakan jenazah, seperti memandikan, mengkafani, menshalatkan,
mengantar jenazah sampai ke kubur, mendoakannya dan sebagainya. Hukum
menyelenggarakan jenazah itu fardlu kifayah.
2.
Tentang shalat sunat rawatib
Dalam memahami
hadits-hadits Nabi saw tentang shalat sunat rawatib, para ulama membaginya
kepada mu‘akkad dan ghairu mu‘akkad. Dalam menetapkan mana yang
termasuk mu‘akkad dan mana yang termasuk ghairu mu‘akkad para
ulama berbeda pendapat.
Shalat sunat rawatib mu‘akkad
terdiri atas dua atau empat rakaat sebelum shalat Zhuhur dan dua rakaat
sesudahnya, dua rakaat setelah shalat Maghrib, dua rakaat setelah shalat Isya’
dan dua rakaat sebelum shalat Shubuh. Semuanya ada sepuluh atau dua belas
rakaat. Dasarnya ialah hadits-hadits sebagai berikut:
عَنْ
ابْنِ عُمَرَ قَالَ حَفِظْتُ مِنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
عَشْرَ رَكَعَاتٍ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الظُّهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَهَا
وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ فِي بَيْتِهِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعِشَاءِ
فِي بَيْتِهِ وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ صَلاَةِ الصُّبْحِ. [رواه أحمد ومسلم وأبو
داود والترمذى وابن ماجه].
Artinya: “Diriwayatkan
dari Ibnu Umar, ia berkata: Aku ingat dari Nabi saw sepuluh rakaat; dua rakaat
sebelum shalat Zhuhur dan dua rakaat sesudahnya, dua rakaat sesudah shalat
Maghrib di rumahnya, dua rakaat sesudah shalat Isya’ di rumahnya, dan dua
rakaat sebelum shalat Shubuh.” [HR. al-Bukhari, Muslim, dan Imam-imam yang
lain].
عَنْ
عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ لاَ يَدَعُ
أَرْبَعًا قَبْلَ الظُّهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْغَدَاةِ. [رواه البخاري وأبو
داود]. وَرَوَى عَنْهَا أَيْضًا عِنْدَ مَا سُئِلَتْ عَنِ صَلاَةِ النَّبِيِّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ التَّطَوُّعِ قَالَتْ كَانَ يُصَلِّي قَبْلَ
الظُّهْرِ أَرْبَعًا فِي بَيْتِي ثُمَّ يَخْرُجُ فَيُصَلِّي بِالنَّاسِ ثُمَّ
يَرْجِعُ إِلَى بَيْتِي فَيُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ وَكَانَ يُصَلِّي بِالنَّاسِ
الْمَغْرِبَ ثُمَّ يَرْجِعُ إِلَى بَيْتِي فَيُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ وَكَانَ
يُصَلِّي بِهِمْ الْعِشَاءَ ثُمَّ يَدْخُلُ بَيْتِي فَيُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ.
Artinya: “Diriwayatkan
dari ‘Aisyah, bahwasanya Nabi saw tidak pernah meninggalkan empat rakaat
sebelum shalat Zhuhur dan dua rakaat sebelum shalat Shubuh.” [HR.
al-Bukhari dan Abu Dawud]. “Diriwayatkan pula dari ‘Aisyah, ketika ditanya
tentang sebagian shalat sunat Nabi saw, ia berkata: Beliau shalat sebelum
Zhuhur empat rakaat di rumahku kemudian pergi (shalat berjamaah di masjid), lalu
beliau kembali ke rumahku dan shalat dua rakaat, kemudian beliau shalat Maghrib
dengan orang banyak (di masjid) lalu kembali ke rumahku dan shalat dua rakaat, kemudian
beliau shalat Isya’ berjamaah (di masjid) lalu masuk rumahku dan shalat dua
rakaat.”
Dari hadits riwayat
Aisyiyah tersebut dapat difahami bahwa Rasulullah saw mengerjakan shalat sunat
rawatib di rumah beliau, bukan di masjid. Tentu saja perbuatan Rasulullah saw
itu lebih utama, namun tidak menutup kemungkinan untuk mengerjakan shalat sunat
rawatib di masjid. Pada riwayat lain dinyatakan:
عَنْ
أُمِّ حَبِيبَةَ قَالَتْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُولُ مَنْ صَلَّى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِيَ
لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ. [رواه مسلم].
Artinya: “Diriwayatkan
dari Ummi Habibah, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa
yang shalat (sunat rawatib) dua belas rakaat dalam sehari semalam, niscaya
dibuatkan bagi mereka sebuah rumah di surga.” [HR. Muslim].
Yang termasuk shalat
sunat rawatib ghairu mu‘akkad ialah:
a.
Empat rakaat sebelum shalat
Ashar, berdasarkan hadits:
عَنْ
ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ رَحِمَ اللهُ
امْرَأً صَلَّى قَبْلَ الْعَصْرِ أَرْبَعًا. [رواه أحمد وأبو داود والترمذى وحسنه
وابن حبان وصححه].
Artinya: “Diriwayatkan
dari Ibnu Umar, diriwayatkan dari Nabi saw, beliau bersabda: Allah memberi
rahmat kepada orang yang mengerjakan shalat empat rakaat sebelum shalat Ashar.”
[HR. Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan dinyatakan sebagai hadits hasan,
sedangkan Ibnu Hibban menyatakannya shahih].
b.
Dua rakaat sebelum shalat
Maghrib, berdasarkan hadits:
عَنْ
عَبْدِ اللهِ الْمُغَفَّل أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
صَلُّوا قَبْلَ صَلاَةِ الْمَغْرِبِ صَلُّوا قَبْلَ صَلاَةِ الْمَغْرِبِ ثُمَّ قَالَ
فِي الثَّالِثَةِ لِمَنْ شَاءَ كَرَاهِيَةَ أَنْ يَتَّخِذَهَا النَّاسُ سُنَّةً.
[رواه البخاري].
Artinya: “Diriwayatkan
dari Abdullah bin al-Mughaffal, bahwasanya Nabi saw bersabda: Shalatlah kamu
sebelum Maghrib, shalatlah kamu sebelum Maghrib, bersabda pada kali yang
ketiga: bagi siapa yang suka. (Ibnu Mughaffal berkata) beliau mengatakan
demikian karena beliau khawatir dipandang orang sebagai sunat mu‘akkad.”
[HR. al-Bukhari].
c.
Empat rakaat setelah shalat
Isya’, berdasarkan hadits:
عَنْ
زُرَارَةَ بْنِ أَبِي أَوْفَى أَنَّ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا سُئِلَتْ عَنْ
صَلاَةِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي جَوْفِ اللَّيْلِ
فَقَالَتْ كَانَ يُصَلِّي الْعِشَاءَ فِي جَمَاعَةٍ ثُمَّ يَرْجِعُ إِلَى أَهْلِهِ
فَيَرْكَعُ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ ثُمَّ يَأْوِي إِلَى فِرَاشِهِ وَيَنَامُ. [رواه أبو
داود].
Artinya: “Diriwayatkan
dari Zurarah bin Abi Aufa, bahwasanya Aisyah ditanya tentang shalat Rasulullah
saw pada malam hari, ia berkata: Rasulullah saw shalat Isya’ berjamaah kemudian
kembali kepada keluarganya, lalu shalat empat rakaat, kemudian pergi ke tempat
tidur dan tidur.” [HR. Abu Dawud].
Sebagian ulama ada
yang berpendapat bahwa ada shalat sunat rawatib yang lain, sesuai dengan
penilaian mereka terhadap hadits-hadits yang mereka jadikan sebagai dasar hujjah.
Adapun di dalam
Himpunan Putusan Majlis Tarjih Muhammadiyah, dinyatakan bahwa shalat sunat
rawatib itu terdiri atas: dua rakaat sebelum Shubuh, dua atau empat rakaat
sebelum dan sesudah Zhuhur, dua rakaat sebelum Ashar, dua rakaat sebelum dan
sesudah maghrib, dan dua atau empat rakaat sesudah Isya’ (Lihat Himpunan
Putusan Majlis Tarjih Muhammadiyah Cetakan III, Kitab Shalat-shalat Tathawwu’,
tentang Shalat Rawatib, halaman 319-320, beserta dalil-dalilnya halaman
328-332). *km)
NB : Mohon Masukan dan ingatkan kami Jika ada hal yang kurang berkenan dan/atau keliru
Bagikan Berita Muhammadiyah ini ke teman anda melalui: